Tugas 1 (SAP 1) - Definisi Etika Bisnis
ETIKA BISNIS
HAKEKAT MATA KULIAH ETIKA BISNIS
Hakekat etika bisnis menurut Drs. O. P. Simorangkir yaitu menganalisis
atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral.
Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari
tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem
ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk
menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis. Etika bisnis merupakan unsur
penting karena dapat melanggengkan suatu bisnis, atau bahwa etika merupakan
prasyarat tumbuhnya sikap-sikap moral, khususnya sikap saling percaya, jujur,
adil, dan tanggung jawab.
2. DEFINISI ETIKA DAN BISNIS
A. ETIKA
Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya
(ta etha) berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Etika berkaitan dengan
nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala
kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau
dari satu generasi ke generasi lain. Magnis-Suseno mengatakan bahwa etika
adalah sebuah ilmu dan bukan ajaran. Dalam bahasa Nietzsche, etika sebagai ilmu
menghimbau orang untuk memiliki moralitas tuan dan buka moralitas hamba. Dalam
bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara
otonom dan bukan heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak
secara bebas tetapi dapat dipertanggung jawabkan.
B. BISNIS
Bisnis sering dilukiskan sebagai “ to provide products or services for s
profit “. Menyediakan suatu produk atau jasa secara percuma tidak merupakan
bisnis. Itulah sebabnya bisnis selalu berbeda dengan karya amal. Menawarkan
sesuatu dengan percuma masih bisa dianggap bisnis, selama terjadi dalam rangka
promosi, untuk memperkenalkan sebuah produk baru atau untuk mengiming-iming
publik. Tetapi, kalau begitu, tetaplah tujuannya mencari calon pembeli dan
karena itu tidak terlepas dari pencarian keuntungan. Dalam rangka bisnis,
pemberian dengan gratis hanya dilakukan untuk kemudian menjual barang itu
dengan cara besar-besaran. Bisnis merupakan perdagangan yang bertujuan khusus
memperoleh keuntungan finansial.
3. ETIKA MORAL, HUKUM DAN
AGAMA
Pada prinsipnya hubungan antara etika dan moralitas berada pada spektrum
kurang-lebih atau lebih kurang. Hal yang tidak ada pada etika justru kekhasan
moralitas, sebaliknya yang tidak ada pada moralitas justru merupakan kekhasan
etika. Etika memang lebih dari moralitas karena etika menyodorkan pengertian
yang lebih mendasar dan mendalam atas pertanyaan mengapa kita harus hidup
sesuai dengan normal moral tertentu. Namun sebaliknya etika juga kurang dari
moralitas karena bukan etika, melainkan moralitaslah yang menentukan apa yang
semestinya kita lakukan dan apa yang wajib kita tabukan.
Seperti etika, hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan
apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum
bahkan lenih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan
hitam atas putih dan ada sanksi tertentu, bila terjadi pelanggaran. Terdapat
kaitan erat antara hukum dan etika. Dalam kekaisaran Roma sudah dikenal pepatah
: Quid leges sine moribus?, “apa artinya undang-undang, kalau tidak disertai
moralitas?” Etika selalu menjiwai hukum. Baik dalam proses terbentuknya
undang-undang maupun dalam pelaksanaan peraturan hukum, etika atau moralitas
memegang peranan penting. Hukum dan etika kerap kali tidak bisa dilepaskan satu
sama lain. Memang benar ada hal-hal yang diatur oleh hukum yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan etika. Walau terdapat hubungan erat antara norma hukum
dan norma etika, namun dua macam norma ini tidak sama.
Di samping sudut pandang hukum, kita tetap membutuhkan sudut pandang
moral. Untuk itu dapat dikemukakan beberapa alasan. Pertama, banyak hal yang
bersifat tidak etis, sedangkan menurut hukum tidak dilarang. Tidak semuanya
yang bersifat imoral adala ilegal juga. Menipu teman waktu main kartu atau
menyontek waktu mengerjakan ujian sekolah merupakan perbuatan tidak etis,
tetapi dengan itu orang tidak melanggar hukum. Hukum tidak perlu dan bahkan
tidak bisa mengatur segala sesuatu demikian rupa sehingga tidak akan terjadi
perilaku yang kurang etis. Kedua untuk perlunya sudut pandang moral disamping
sudut pandang hukum adalah proses terbentuknya undang-undang atau
peraturan-peraturan hukum lainnya memakan waktu lama, sehingga masalah –masalah
baru tidak segera bisa diatur secara hukum. Ketiga ialah bahwa hukum itu
sendiri sendiri sering kali bisa disalahgunakan. Perumusan hukum tidak pernah
sempurna, sehingga orang yang beritikad buruk bisa memanfaatkan celah-celah
hukum (the loopholes of the law). Peraturan hukum yang dirumuskan dengan cara
teliti sekalipun, barangkali masih memungkinkan praktek-praktek kurang etis
yang tidak bertentangan denga huruf hukum. Keempat cukup dekat dengan itu. Bisa
terjadi, hukum memang dirumuskan dengan baik, tetapi karena salah satu alasan
sulit untuk dilaksanakan, misalnya, karena sulit dijalankan kontrol yang
efektif. Tidak bisa diharapkan, peraturan hukum yang tidak ditegakkan akan
ditaati juga. Kelima untuk seperlunya sudut pandang moral disamping sudut pandang
hukum adalah bahwa hukum kerap kali mempergunakan pengertian yang dalam konteks
hukum itu sendiri tidak didefinisikan dengan jelas dan sebenarnya diambil dari
konteks moral.
Etika dan agama sebagai ajaran atau pandangan-pandangan yang menuntun para
pemeluknya agar mencapai kebahagian hidup di akhirat yang berawal dari
kehidupan fana di dunia ini. Di sini, etika sama sekali tidak dapat
menggantikan agama, namun sekaligus juga tidak bertentangan dengan agama.
Secara hakiki, etika membantu para pemeluk duatu agama agar memahami secara
mendalam dan mendasar mengapa mereka menjadi pemeluk suatu agama tertentu atau
mengapa justru ajaran agama tentu yang dianut, bukannya ajaran agama lainnya.
Lebih dari itu, etika membantu para pemeluk agama agar berisikap secara tepat
terhadap ajaran agama-agama lain dan tidak serta-merta menolak atau mencap
ajaran agama lain itu sebagai “yang lain” sama sekali karena berbeda dari
ajaran agama yang dianut dan diamini. Pada tataran ini, kaum agamawan wajib
beretika. Mereka dituntut untuk merefleksikan secara kritis dan sistematis
semua ajaran agama yang dianut dan yang diterima sebagai penentu baik atau
buruknya perilaku seorang umat dalam perjalanannya menuju persatuan abadi
dengan Sang Khalik. Walaupun demikian, etika adalah etika. Etika bukan ajaran
moral, karenanya tidak bisa menggantikan norma atau ajaran agama apapun juga.
4. KLASIFIKASI ETIKA
Menurut Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M, dalam bukunya yang bejudul “Hukum
dan Etika Bisnis” etika diklasifikasikan menjadi 5 yaitu :
A. Etika Deskriptif
Etika deskriptif yaitu etika di mana objek yang dinilai adalah sikap dan
perilaku manusia dalam mengejar tujuan hidupnya sebagaimana adanya. Nilai dan
pola perilaku manusia sebagaimana adanya ini tercemin pada situasi dan kondisi
yang telah membudaya di masyarakat secara turun-temurun.
B. Etika Normatif
Etika normatif yaitu sikap dan perilaku manusia atau masyarakat sesuai
dengan norma dan moralitas yang ideal. Etika ini secara umum dinilai memenuhi
tuntutan dan perkembangan dinamika serta kondisi masyarakat. Adanya tuntutan
yang menjadi acuan bagi masyarakat umum atau semua pihak dalam menjalankan
kehidupannya.
C. Etika Deontologi
Etika deontologi yaitu etika yang dilaksanakan dengan dorongan oleh
kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang atau pihak lain dari pelaku
kehidupan. Bukan hanya dilihat dari akibat dan tujuan yang ditimbulkan oleh
sesuatu kegiatan atau aktivitas, tetapi dari sesuatu aktivitas yang
dilaksanakan karena ingin berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau pihak lain.
D. Etika Teleologi
Etika Teleologi adalah etika yang diukur dari apa tujuan yang dicapai
oleh para pelaku kegiatan. Aktivitas akan dinilai baik jika bertujuan baik.
Artinya sesuatu yang dicapai adalah sesuatu yang baik dan mempunyai akibat yang
baik. Baik ditinjau dari kepentingan pihak yang terkait, maupun dilihat dari
kepentingan semua pihak. Dalam etika ini dikelompokkan menjadi dua macam yaitu
:
Egoisme
Egoisme yaitu etika yang baik menurut pelaku saja, sedangkan bagi yang
lain mungkin tidak baik.
Utilitarianisme
Utilitarianisme adalah etika yang baik bagi semua pihak, artinya semua
pihak baik yang terkait langsung maupun tidak langsung akan menerima pengaruh
yang baik.
E. Etika Relatifisme
Etika relatifisme adalah etika yang dipergunakan di mana mengandung perbedaan
kepentingan antara kelompok parsial dan kelompok universal atau global. Etika
ini hanya berlaku bagi kelompok parsial, misalnya etika yang sesuai dengan adat
istiadat lokal, regional dan konvensi, sifat dan lain-lain. Dengan demikian
tidak berlaku bagi semua pihak atau masyarakat yang bersifat global.
5. KONSEPSI ETIKA
Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu
yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral)
serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan
kebenaran atau kesalahan dan tingkah Laku seseorang terhadap orang lain, antara
lain :
A. Utilitarianisme
Utilitarianisme menyatakan bahwa suatu tindakan diangap baik bila
tindakan ini meningkatkan derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme
bukan pada memaksimalkan derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat
masyarakat secara keseluruhan. Dalam implementasinya sangat tergantung pada
pengetahuan kita akan hal mana yang dapat memberikan kebaikan terbesar.
B. Analisis Biaya-Keuntungan
(Cost-Benefit Analysis)
Pada dasarnya, tipe analisis ini hanyalah satu penerapan
utilitarianisme. Dalam analisis biaya-keuntungan, biaya suatu proyek dinilai,
demikian juga keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan
terhadap biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan.
C. Etika Kewajiban dan Etika
Hak
Etika kewajiban (duty ethics) menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang
harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah tindakan ini adalah tindakan terbaik.
Sedangkan, etika hak (right-ethics) menekankan bahwa kita semua mempunyai hak
moral, dan semua tindakan yang melanggar hak ini tidak dapat diterima secara
etika, Etika kewajiban dan etika hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda
dari satu mata uang yang sama. Kedua teori ini mencapai akhir yang sama;
individu harus dihormati, dan tindakan dianggap etis bila tindakan itu
mempertahankan rasa hormat kita kepada orang lain. Kelemahan dari teori ini
adalah terlalu bersifat individu, hak dan kewajiban bersifat individu. Dalam
penerapannya sering terjadi bentrok antara hak seseorang dengan orang lain.
D. Etika Moralitas
Pada dasarnya, etika moralitas berwacana untuk menentukan kita sebaiknya
menjadi orang seperti apa. Dalam etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar
jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap
salah jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak
bermoral). Etika moral lebih bersifat pribadi, namum moral pribadi akan
berkaitan erat dengan moral bisnis. Jika perilaku seseorang dalam kehidupan
pribadinya bermoral, maka perilakunya dalam kehidupan bisnis juga akan
bermoral.
Dalam memecahkan masalah, kita tidak perlu binggung untuk memilih konsep
mana yang sebaiknya digunakan, sebab kita dapat menggunakan semua teori itu
untuk menganalisis suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda dan melihat
hasil apa yang diberikan masing-masing teori itu kepada kita.
Etika bisnis merupakan aplikasi
pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi,
teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan
tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip
dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya
dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi
terhadap dunia bisnis.Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secar umum
dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa
pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan
dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis.
Etika bisnis merupakan suatu tatanan perbuatan baik yang harus diacu dan dijadikan pedoman untuk melakukan bisnis yang menciptakan keuntungan tanpa bersifat merugikan pihak lain baik langsung maupun tidak langsung secara moral.
Etika bisnis akan mempengaruhi tingkah laku individu dalam suatu bentuk sosial, khususnya hubungan sosial ekonomi, sehingga dari tingkah laku tersebut dapat diidentifikasi apakah terdapat pelanggaran etika dari suatu kelompok sosial tertentu terhadap kelompok sosial lainnya dalam melakukan hubungan sosial.
0 Response to "Tugas 1 (SAP 1) - Definisi Etika Bisnis"
Posting Komentar